Dalam urusan kuliner, ada 2 hal yang paling ngangenin di dunia ini, yaitu masakan ibu dan masakan nenek. Tangan ibu dan tangan nenek seperti menyimpan MSG yang diproduksi secara rahasia ....
Masakan nenek yang paling aku suka adalah oseng-oseng tahu tempe dicampur buncis, warnanya kecoklatan karena ada sedikit kecap, diseling merahnya cabai besar dan hijaunya buncis. Ada lagi masakan nenek yang susah ditiru, yaitu manisan bligo / kondur, yang airnya suka aku minum, rasanya manis wangi dan hangat, kutebak ada kayu manis dan jahenya.
Kalau ibu, yang tidak terlupakan adalah sambal tomat mentahnya, enak sekali, tidak ada dua = lezatnya. Juga terung goreng tepung yang sering 'selesai' barengan ibu selesai menggoreng .... hehehe.
Salah satu hal yang memperindah masa kecilku adalah melihat nenek dan ibu memasak di dapur. Seingatku waktu aku kecil banget, dapur rumah masih pakai tungku kayu bakar dan bapak suka 'mbenem' (membenamkan) ketela pohon di dalam abu yang panas di bawah kayu yang menyala , sementara nenek memasak, aku duduk di pangkuan bapak di depan tungku untuk menjaga apinya. Bila ketela pohonnya sudah matang, dibuka dan dimakan masih di depan tungku. Bila nenek butuh air mendidih, masak airnya di panci kecil yang digantung di depan tungku. Indahnya mengenang masa-masa itu.
kalau ini sih tungku-tungkuan di kebunku, manggang ikan di tepi kolam, biar ikannya gak gosong, aku bungkus pakai daun pisang, ikannya beli di TPI tak jauh dari kebun, enaaaak sekaleee.
Ibu suka membuat kue, waktu aku masih kecil belum ada mixer, ngocok adonannya pakai tangan dan bunyi prang prangnya keras sekali .... hahaha. Ibu sudah pintar bikin aneka cake waktu itu, yang dioven, yang dikukus, yang dicampur kacang tanah cincang, yang terigunya diganti roti tawar, yang cake dilapis puding, macam-macam pokoknya.
Aku sendiri tidak bisa memasak sampai menikah. Ketika tinggal di Situbondo mengikuti suami kerja, mau goreng ikan saja tidak tahu bumbunya. Tak menyangka bila sekarang aku bisa memasak apa saja, walau kadang perlu nanya ke pak dhe google dulu.
Tidak bisa memasak di masa remaja, bukan berarti tidak bisa menyuguhkan masakan enak untuk suami dan anak-anak loh. Untuk ini aku punya kiat sendiri, kiat ala manusia jadul ,lebih dari dua puluh tahun yang lalu tidak bisa googling karena tidak ada internet. Caraku adalah mengumpulkan resep masakan dari majalah yang aku jilid jadi banyak sekali jilid. Yang paling banyak adalah resep dari majalah Gadis, majalahku semasa remaja, juga dari majalah Kartini dan Femina, ada lagi kliping dari tabloid Nova. Sampai sekarang aku masih menyimpan kliping dan jilidan resep itu.
Berbekal resep dari majalah dan tabloid, akhirnya aku bisa memasak, termasuk membuat kue-kue, bahkan bisa membuat kue tart sendiri tiap kali anak-anakku berulang tahun. Masa-masa itu sungguh indah.
Apakah karena aku memang sudah pintar memasak, ataukah karena anak-anakku kepingin menghargai jerih payah ibunya, Aden dan Zeli kecil selalu memuji masakanku. Terlebih Aden, dia selalu bilang masakan ibu yang paling enak, sedangkan Zeli agak susah makan sejak kecil.
Sampai Aden dewasa dan sarjana, masih saja pintar menyanjung masakan ibunya. Sewaktu pulang liburan, aku membuat pizza , katanya pizza buatan ibu lebih enak dari pizza langganan teman-temannya di Bandung, bahkan dia memotret dan menguploadnya di fb .... waaah, tersanjung habis nih aku.
Kalau cerita tentang Insan dan Alni lain lagi. Kalau Insan sukanya sama sambal tomatku, dengan telur ceplok atau tahu yang dipenyet di atasnya, dia bisa lahap sekali makannya. Sambal buatan pembantu gak laku !
Kalau Alni, nasi goreng buatan ibu is the best ! Kalau ibu yang bikin, enyaaak, katanya sambil pasang mimik lucu. Padahal bumbunya cuma main iris karena malas nguleg. Nasi goreng bu Kot gak laku !
Sepanjang berumah tangga, aku hampir selalu punya pembantu dan masakan merekapun enak-enak, tapi anak-anakku tetap bilang masakan ibu paling enak. Ini sanjungan ataukah permintaan halus untuk diperhatikan ibunya .....
Mungkin karena dibuat dengan cinta kasih, masakan ibu jadi enak dirasakan anak-anak. Dan secara hadopun , masakan ibu lebih baik hadonya, ini hasil penelitian dr Masaru Emoto, seorang ilmuwan Jepang peneliti air yang terkenal itu. Makanya seorang anak yang dimanjakan dengan masakan ibunya, biasanya tumbuh menjadi orang dewasa yang bahagia, kalau ini sih hasil pengamatan ilmuwan kesasar, Innuri .... hahaha.
Sebagai seorang ibu yang telah bekerja keras melayani suami dan anak-anaknya, pujian dari mereka menjadi bayaran tersendiri. Jadi, bila ingin membalas cinta kasil ibu, salah satu caranya adalah nikmatilah masakannya dan pujilah dengan pujian yang tulus.
Masakan nenek yang paling aku suka adalah oseng-oseng tahu tempe dicampur buncis, warnanya kecoklatan karena ada sedikit kecap, diseling merahnya cabai besar dan hijaunya buncis. Ada lagi masakan nenek yang susah ditiru, yaitu manisan bligo / kondur, yang airnya suka aku minum, rasanya manis wangi dan hangat, kutebak ada kayu manis dan jahenya.
Kalau ibu, yang tidak terlupakan adalah sambal tomat mentahnya, enak sekali, tidak ada dua = lezatnya. Juga terung goreng tepung yang sering 'selesai' barengan ibu selesai menggoreng .... hehehe.
Salah satu hal yang memperindah masa kecilku adalah melihat nenek dan ibu memasak di dapur. Seingatku waktu aku kecil banget, dapur rumah masih pakai tungku kayu bakar dan bapak suka 'mbenem' (membenamkan) ketela pohon di dalam abu yang panas di bawah kayu yang menyala , sementara nenek memasak, aku duduk di pangkuan bapak di depan tungku untuk menjaga apinya. Bila ketela pohonnya sudah matang, dibuka dan dimakan masih di depan tungku. Bila nenek butuh air mendidih, masak airnya di panci kecil yang digantung di depan tungku. Indahnya mengenang masa-masa itu.
kalau ini sih tungku-tungkuan di kebunku, manggang ikan di tepi kolam, biar ikannya gak gosong, aku bungkus pakai daun pisang, ikannya beli di TPI tak jauh dari kebun, enaaaak sekaleee.
Ibu suka membuat kue, waktu aku masih kecil belum ada mixer, ngocok adonannya pakai tangan dan bunyi prang prangnya keras sekali .... hahaha. Ibu sudah pintar bikin aneka cake waktu itu, yang dioven, yang dikukus, yang dicampur kacang tanah cincang, yang terigunya diganti roti tawar, yang cake dilapis puding, macam-macam pokoknya.
Aku sendiri tidak bisa memasak sampai menikah. Ketika tinggal di Situbondo mengikuti suami kerja, mau goreng ikan saja tidak tahu bumbunya. Tak menyangka bila sekarang aku bisa memasak apa saja, walau kadang perlu nanya ke pak dhe google dulu.
Tidak bisa memasak di masa remaja, bukan berarti tidak bisa menyuguhkan masakan enak untuk suami dan anak-anak loh. Untuk ini aku punya kiat sendiri, kiat ala manusia jadul ,lebih dari dua puluh tahun yang lalu tidak bisa googling karena tidak ada internet. Caraku adalah mengumpulkan resep masakan dari majalah yang aku jilid jadi banyak sekali jilid. Yang paling banyak adalah resep dari majalah Gadis, majalahku semasa remaja, juga dari majalah Kartini dan Femina, ada lagi kliping dari tabloid Nova. Sampai sekarang aku masih menyimpan kliping dan jilidan resep itu.
Berbekal resep dari majalah dan tabloid, akhirnya aku bisa memasak, termasuk membuat kue-kue, bahkan bisa membuat kue tart sendiri tiap kali anak-anakku berulang tahun. Masa-masa itu sungguh indah.
Apakah karena aku memang sudah pintar memasak, ataukah karena anak-anakku kepingin menghargai jerih payah ibunya, Aden dan Zeli kecil selalu memuji masakanku. Terlebih Aden, dia selalu bilang masakan ibu yang paling enak, sedangkan Zeli agak susah makan sejak kecil.
Sampai Aden dewasa dan sarjana, masih saja pintar menyanjung masakan ibunya. Sewaktu pulang liburan, aku membuat pizza , katanya pizza buatan ibu lebih enak dari pizza langganan teman-temannya di Bandung, bahkan dia memotret dan menguploadnya di fb .... waaah, tersanjung habis nih aku.
Kalau cerita tentang Insan dan Alni lain lagi. Kalau Insan sukanya sama sambal tomatku, dengan telur ceplok atau tahu yang dipenyet di atasnya, dia bisa lahap sekali makannya. Sambal buatan pembantu gak laku !
Kalau Alni, nasi goreng buatan ibu is the best ! Kalau ibu yang bikin, enyaaak, katanya sambil pasang mimik lucu. Padahal bumbunya cuma main iris karena malas nguleg. Nasi goreng bu Kot gak laku !
Sepanjang berumah tangga, aku hampir selalu punya pembantu dan masakan merekapun enak-enak, tapi anak-anakku tetap bilang masakan ibu paling enak. Ini sanjungan ataukah permintaan halus untuk diperhatikan ibunya .....
Mungkin karena dibuat dengan cinta kasih, masakan ibu jadi enak dirasakan anak-anak. Dan secara hadopun , masakan ibu lebih baik hadonya, ini hasil penelitian dr Masaru Emoto, seorang ilmuwan Jepang peneliti air yang terkenal itu. Makanya seorang anak yang dimanjakan dengan masakan ibunya, biasanya tumbuh menjadi orang dewasa yang bahagia, kalau ini sih hasil pengamatan ilmuwan kesasar, Innuri .... hahaha.
Sebagai seorang ibu yang telah bekerja keras melayani suami dan anak-anaknya, pujian dari mereka menjadi bayaran tersendiri. Jadi, bila ingin membalas cinta kasil ibu, salah satu caranya adalah nikmatilah masakannya dan pujilah dengan pujian yang tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar